Senin, 30 Juni 2008

STRATEGI PEMBERDAYAAN POLITIK KAUM PEREMPUAN


Pengantar
Pendidikan politik memang telah menjadi bagian dari gerakan perempuan itu sendiri, terlebih pada saat ini ketika kesadaran bahwa gerakan perempuan mempunyai potensi gerakan yang semakin meluas maka gerakan untuk membangun kekuatan politik perempuan sudah tidak bisa ditunda lagi dan diharapkan ini akan menjadi salah satu alternatif dalam mencari penyelesaian untuk beragam permasalahan yang dihadapi oleh bangsa, terutama yang berdampak sangat besar terhadap perempuan seperti kenaikan harga yang membuat perempuan harus lebih bekerja keras, memutar otak untuk tetap melanjutkan hidupnya dan keluarganya.

Akan tetapi gerakan perempuan sendiri mengalami perbedaan yang cukup mendasar dalam memandang momentum pemilu 2009, di bagian lain terdapat kelompok gerakan perempuan yang aktif mendorong perempuan berpolitik praktis dan memperjuangkan kuota 30% keterwakilan perempuan di parlemen, namun di kelompok lainnya terdapat pandangan yang melihat bahwa jika masih dalam sistem demokrasi liberal maka kuota maupun keterwakilan perempuan seperti apapun tetap tidak akan menjadi faktor pengubah dominan karena tetap akan berhadapan dengan sistem yang meminggirkan perempuan.

Bagi perempuan umumnya, politik adalah urusan laki-laki dan menurut perempuan politik itu keras sehingga perempuan tidak perlu berpolitik. Pandangan-pandangan ini barangkali membuat perempuan tidak mau memasuki dunia poltik. Ketidakseimbangan antara jumlah perempuan dan laki-laki yang duduk dilegislatif terbukti dari fakta yang terjadi. Realita ini tidak hanya terjadi pada kelompok pengambil keputusan/public figure di tingkat di daerah namun juga terjadi di tingkat Pusat.

Jumlah perempuan yang menjadi anggota DPR sangat sedikit. Bahkan mulai tahun 1992, dari tahun ke tahun jumlah perempuan yang masuk dalam keanggotaan DPR terus menurun sampai sekarang. Pada Pemilu tahun 1992, perempuan yang duduk di DPR adalah sebesar 12,5%, tahun 1997 sebesar 10,8%, bahkan tahun 1999 sampai sekarang, jumlah perempuan yang masuk dalam keanggotaan DPR hanya mencapai 9 % dan baru pada pemilu 2004 keterwakilan perempuan sedikit bertambah yaitu 11,09% padahal jumlah pemilih perempuan mencapai 51%. Angka 11,09% merupakan angka yang sangat sedikit untuk bisa mewakili perempuan dalam setiap kepentingan dan kebutuhannya. Sehingga perempuan yang memperjuangkan kaumnya sendiri di DPR semakin sedikit. Masih banyak kepentingan perempuan yang kurang mendapatkan perhatian dalam setiap pengambilan keputusan yang tentunya merugikan kaum perempuan sendiri.

Padahal reformasi politik Indonesia telah memberikan harapan besar bagi kaum perempuan yang selama ini terpasung hak politiknya. Upaya-upaya maksimal pemberdayaan perempuan telah dilakukan oleh pemerintah.. Dalam UU. Pemilu (UU No. 12/2003) pasal 65 menyebutkan bahwa setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPR Propinsi dan DPR Kabupaten/kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Dan dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia khususnya pasal 46 secara tegas memberikan jaminan keterwakilan perempuan dalam politik, bunyi pasalnya yaitu “Sistem pemilihan umum, kapartaian, pemilihan anggota legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita sesuai dengan persyaratan yang ditentukan”

Masalah yang Menghalangi Perempuan Menjadi Anggota Parlemen
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola seleksi antara laki-laki dan perempuan sebagai anggota legislatif

Faktor pertama,berhubungan dengan konteks budaya di Indonesia yang masih sangat kental asas patriarkalnya. Persepsi yang sering dipegang adalah bahwa arena politik adalah untuk laki-laki, dan bahwa tidaklah pantas bagi wanita untuk menjadi anggota parlemen

Faktor kedua,berhubungan dengan proses seleksi dalam partai politik. Seleksi terhadap para kandidat biasanya dilakukan oleh sekelompok kecil pejabat atau pimpinan partai, yang hampir selalu laki-laki. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, di mana kesadaran mengenai kesetaraan gender dan keadilan masih rendah, pemimpin laki-laki dari partai-partai politik mempunyai pengaruh yang tidak proporsional terhadap politik partai, khususnya dalam hal gender. Perempuan tidak memperoleh banyak dukungan dari partai-partai politik karena struktur kepemimpinannya didominasi oleh kaum laki-laki

Faktor Ketiga,berhubungan dengan media yang berperan penting dalam membangun opini publik mengenai pentingnya representasi perempuan dalam parlemen

Faktor Keempat,tidak adanya jaringan antara organisasi massa, LSM dan partaipartai politik untuk memperjuangkan representasi perempuan. Jaringan organisasi-organisasi wanita di Indonesia baru mulai memainkan peranan penting sejak tahun 1999

Faktor kelima,kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan wanita. Sering dirasakan bahwa sungguh sulit merekrut perempuan dengan kemampuan politik yang memungkinkan mereka bersaing dengan laki-laki. Perempuan yang memiliki kapabilitas politik memadai cenderung terlibat dalam usaha pembelaan atau memilih peran-peran yang non-partisan

Fakto keenam,yaitu faktor keluarga. Wanita berkeluarga sering mengalami hambatan-hambatan tertentu, khususnya persoalan izin dari pasangan mereka. Banyak suami cenderung menolak pandangan-pandangan mereka dan aktifitas tambahan mereka diluar rumah. Kegiatan-kegiatan politik biasanya membutuhkan tingkat keterlibatan yang tinggi dan penyediaan waktu dan uang yang besar, dan banyak perempuan sering memegang jabatan-jabatan yang tidak menguntungkan secara finansial. Pengecualian terjadi ketika kaum perempuan mendapat jabatan-jabatan yang dianggap menguntungkan secara finansial, seperti terpilih menjadi anggota legislatif

Faktor ketujuh,yaitu Sistem multi-partai. Besarnya jumlah partai politik yang ikut bersaing di pemilihan untuk memenangkan kursi di parlemen mempengaruhi tingkat representasi perempuan, karena setiap partai bisa berharap untuk memperoleh sejumlah kursi di parlemen. Ada kecenderungan untuk membagi jumlah kursi yang terbatas itu diantara laki-laki, yang mempunyai pengaruh langsung terhadap tingkat representasi perempuan.
Pertanyaan yang muncul sekarang ini adalah bagaimana menghadapi tantangan, tugas dan kepercayaan sebagai sebuah kesempatan yang diberikan oleh negara. Oleh karena itu, peningkatan kualitas perempuan perlu mendapatkan perhatian yang serius.

Ada beberapa agenda yang harus diperhatikan dalam upaya peningkatan kualitas dan partisipasi perempuan dalam politik, sebagai berikut

Pertama, meningkatkan kesadaran dan kualitas perempuan melalui usaha-usaha pendidikan

Kedua,memperkuat partisipasi perempuan yang duduk di elite politik, diharapkan turut menentukan segala kebijakan khususnya tentang keterlibatan perempuan di segala sektor pembangunan bukan hanya menjadi obyek pembangunan semata

Ketiga,perlunya sikap arif dan terbuka dari masyarakat untuk memposisikan perempuan sejajar dengan kaum laki-laki. Karena kultur budaya yang selama ini telah berurat berakar mengukuhkan bahwa perempuan sebagai second person yang menyebabkan wilayah perempuan hanya terbatas di wilayah domestik saja. (sumur, dapur dan kasur). Selain itu adanya pemahaman keagamaan yang keliru yang menganggap perempuan adalah obyek laki-laki. Padahal bagi Allah, laki-laki dan perempuan adalah sama dan sederajad, yang membedakan antara keduanya adalah ketakwaannya saja

Keempat,melibatkan perempuan dalam aktivitas politik dengan memberikan berbagai kemudahan bagi perempuan untuk memasuki dunia politik, sehingga perempuan tidak terisolasi dalam dunia politik.

Dan kelima,upaya sosialisasi perspektif gender kepada masyarakat luas baik dikalangan laki-laki maupun dikalangan perempuan sendiri perlu dilakukan secara terus menerus. Dengan demikian masyarakat perempuan mengetahui hak-haknya baik dalam kehidupan sosial maupun politiknya. Jaringan komunikasi dengan pihak luar juga perlu ditingkatkan untuk membuka wacana pemberdayaan sehingga memberikan pemahaman kepada masyarakat luas tentang eksistensi perempuan.

Keterlibatan perempuan dalam politik dengan jumlah yang seimbang dengan laki-laki, memerlukan proses yang sangat panjang. Semua ini memerlukan perjuangan yang panjang dan semangat tidak kenal menyerah. Respon dan keterlibatan seluruh potensi masyarakat sangat diperlukan. Karena, hambatan, ancaman, rintangan dan tantangan baik dari dalam maupun dari luar akan selalu turut mewarnai proses transisi menuju kesetaraan dan keadilan gender. Untuk itu perlu strategi tersendiri dari kaum perempuan. Dan dengan adanya paradigma baru tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana yang tertuang dalam UU 22/1999 tentang otonomi daerah memberikan harapan besar dari kaum perempuan untuk bisa andil dan berperan aktif dalam pembangunan dengan menekankan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Strategi Meningkatkan Representasi Perempuan
  1. Membangun dan memperkuat hubungan antar jaringan dan organisasi perempuan: Di Indonesia, saat ini ada beberapa asosiasi besar organisasi perempuan. Misalnya, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) adalah federasi dari 78 organisasi wanita, yang bekerjasama dengan perempuan dari berbagai agama, etnis, dan organisasi profesi berbeda. Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) adalah sebuah federasi dari sekitar 28 organisasi wanita Muslim. Pusat Pemberdayaan Politik Perempuan adalah sebuah jaringan organisasi yang mengabaikan kepartaian, agama, dan profesi dan meliputi kira-kira 26 organisasi. Semua jaringan ini memiliki potensi penting untuk mendukung peningkatan representasi perempuan di parlemen, baik dari segi jumlah maupun kualitas jika mereka dan organisasi anggota mereka bekerjasama menciptakan sebuah sinergi usaha. Pengembangan jaringan-jaringan organisasi wanita, dan penciptaan sebuah sinergi usaha, penting sekali untuk mendukung perempuan di parlemen, dan mereka yang tengah berjuang agar terpilih masuk ke parlemen

  2. Meningkatkan representasi perempuan dalam organisasi partai-partai politik: Mengupayakan untuk menduduki posisi-poisisi strategis dalam partai, seperti jabatan ketua dan sekretaris, karena posisi ini berperan dalam memutuskan banyak hal tentang kebijakan partai

  3. Melakukan advokasi para pemimpin partai-partai politik : Ini perlu dalam upaya menciptakan kesadaran tentang pentingnya mengakomodasi perempuan di parlemen, terutama mengingat kenyataan bahwa mayoritas pemilih di Indonesia adalah wanita

  4. Membangun akses ke media: Hal ini perlu mengingat media cetak dan elektronik sangat mempengaruhi opini para pembuat kebijakan partai dan masyarakat umum

  5. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran perempuan melalui pendidikan dan pelatihan: Ini perlu untuk meningkatkan rasa percaya diri perempuan pada kemampuan mereka sendiri untuk bersaing dengan laki-laki dalam upaya menjadi anggota parlemen. Pada saat yang sama, juga perlu disosialisasikan konsep bahwa arena politik terbuka bagi semua warganegara, dan bahwa politik bukan arena yang penuh konflik dan dan intrik yang menakutkan

  6. Meningkatkan kualitas perempuan: Keterwakilan perempuan di parlemen menuntut suatu kapasitas yang kualitatif, mengingat bahwa proses rekrutmen politik sepatutnya dilakukan atas dasar merit sistem. Peningkatan kualitas perempuan dapat dilakukan, antara lain, dengan meningkatkan akses terhadap fasilitas ekonomi, kesehatan dan pendidikan

  7. Memberikan kuota untuk meningkatkan jumlah anggota parlemen perempuan: Saat ini sedang dibahas rancangan undang-undang politik, yang di dalamnya diharapkan dapat dicantumkan secara eksplisit besarnya kuota untuk menjamin suatu jumlah minimum bagi anggota parlemen perempuan

Kesimpulan
Hal yang lebih penting untuk dilakukan kaum perempuan dalam memandang pesta demokrasi, momentum politik pemilu 2009 nanti adalah:
  1. Konferensi gerakan yang mengamanatkan gagasan dan tuntutan politik (terutama terkait dengan isu politik perempuan) yang harus dimenangkan

  2. Pendidikan politik kepada calon pemilih tentang perubahan politik yang bisa menghapuskan situasi penindasan perempuan yang memungkinkan calon pemilih membuat “pilihan yang tepat” dalam momentum pemilu 2009

  3. Sinergi kelompok perempuan dengan elemen gerakan sosial lainnya agar semua yang dilakukan oleh para politisi perempuan itu tidak mengalami keterputusan dari tingkat basisnya


Lampiran
Pasal-pasal penting terkait keterwakilan Perempuan dalam Hasil Revisi UU Partai Politik, yang kemudian dicantumkan menjadi UU No. 2 tahun 2008
  1. Bab II: Pembentukan Partai Politik Ayat (2): Pendirian dan pembentukan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% keterwakilan perempuan

  2. Bab V: Tujuan dan Fungsi Ayat (1) bagian e: Rekruitment politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan jender

  3. Bab IX: Kepengurusan Pasal 20: Kepengurusan partai politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% yang diatur dalam AD dan ART Partai Politik masing-masing

  4. Bab XIII: Pendidikan Politik Pasal 31, isinya tentang pendidikan politik oleh partai politik hendaknya tetap memperhatikan 30% keterwakilan perempuan agar dapat mengimbangi adanya permintaan kesetaraan dibidang kepengurusan dan rekruitmen lain sehingga tersedia SDM perempuan yang secara kuantitas dan kualitas terpenuhi

  5. Bab XX: Ketentuan Peralihan Pasal 51 ayat (1): Partai Politik yang menurut UU No.31 tahun 2002 tentang Partai Politik telah disahkan sebagai badan hukum oleh Menteri tetap diakui keberadaannya